Wajah perfilman Indonesia semakin mengerikan. Selain kualitas film yang tidak segera mentas dari keterpurukan, ditambah dengan sikap pemerintah yang biasa saja dengan wajah perfilmannya, kini ditambah dengan perilaku manajemen bioskop yang memberikan pelayanan yang buruk dan hanya mencari keuntungan semata.
"Bioskop di Indonesia yang hampir dikuasai oleh satu orang peranakan Soeharto."_Dosen Saya ini semakin tidak menghargai seni dan lebih mementingkan keuntungan daripada memanjakan penikmat film.
Kita membayar tiket menonton film dengan tidak murah, belum pula suasana brisik yang membuat tidak fokus, ac yang terlalu dingin, posisi tempat duduk yang bahkan sangat tidak nyaman yang akan kita dapat saat menonton di bioskop, karena jumlah kursi yang terlalu banyak. Bahkan dalam kolom-kolom majalah atau laman-laman di website, kejadian-kejadian di atas adalah harga yang juga harus kita bayar setelah membayar mahal tiket menonton. Oh damd its hard to believe that Indonesian life is suck!
Kepala saya pernah pegel 2 hari gara-gara dapat tempat duduk yang gak enak banget, pojok bawah paling kanan. #unforgetableandunfortunatelymomentinmysucklife
Sebelum film yang akan kita tonton diputar, biasanya akan diputar terlebih dahulu triler triler film yang akan segera dapat dinikmati. Tapi kini berubah memutarkan iklan-iklan seperti yang sudah sering kita lihat di televisi, sebut saja iklan Simpati, Matrix, Indosat, Yamaha yang sesungguhnya adalah perusahaan-perusahaan besar, dan tentu saja perusahaan tersebut juga turut andil dalam memberikan keuntungan yang didapat oleh bioskop.
Andaikan saja pemasukan bioskop dari iklan-iklan yang harus kita tonton ini digunakan untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal seperti ruangan bioskop yang lebih nyaman dengan jumlah kursi yang lebih sedikit, ruang tunggu yang luas dengan sofa atau kursi, semoking area, hotspot parkir luas & gratis. Tentu saja kita akan merasa senang pergi berbioskop. Wajib malah.
Mungkin kita masih bisa terima dan malah berterimakasih apabila scene-scene tersebut menampilkan iklan layanan masayarakat seperti dilarang membajak, menggunakan narkoba, tapi apa? Iklan-iklan tersebut seperti hilang di dalam bioskop dan dibuang entah kemana. Argh...
Sepertinya sudah saatnya Undang-undang perlindungan konsumen segera ditegakkan lebih tegak.
Gw heran deh, kenapa kebiasaan perusahaan besar di Indonesia tuh, kalo udah besar tapi malah gak bertambah besar tapi malah makin kayak taik, strategi marketingnya lulusan mana sih? Memalukan! Chih...!
Jangan terlalu kaget jika semakin hari nanti orang-orang akan lebih memilih menonton di rumah dengan film-film bajakan yang dapat dengan mudah kita unduh di Internet dan uang sebesar 35-50rb yang harus kita bayarkan untuk duduk didepan layar perak dapat kita gunakan untuk membeli; Coca Cola, Roti Sisir, Citatos dan Lays. *this is beautiful life
Goodbye art & meaner
Goodbye 21 & XXI
F40422228112013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar