Kebudayaan Indonesia sekarang ini telah sangat jauh berbeda dengan kebudayaan indonesia jaman dahulu, yang kata orang ramah, senang bergotong royong, jauh dari kekerasan. Namun sesungguhnya ketidak ramahan, pornografi, porno aksi atau kekerasan sebenarnya juga menjadi bagian dari budaya kita dan sama sekali bukan dari negara Amerika atau negara barat, tapi karena orang Indonesia dari dulu sudah munafik, mereka menutupinya serapih mungkin dari dunia. Kenapa begitu?
Kita lihat saja budaya Nyai Ronggeng di purwakarta yang menari dan menerima saweran, apa bedanya dengan penari Go Go Dancer di Las Vegas? Atau budaya tari perang di Papua yang syarat akan kekerasan, belum pula tragedi perang Sumut dan Mesuji, ganja yang tumbuh subur di Aceh, budaya persembahan kepala manusia di salah satu pulau. Apakah iya, semua yang berbau pornografi prostitusi dan kekerasan karena pengaruh barat? Pikir kembali.
Seseorang di Metro TV yang mengaku sebagai budayawan selama 30 tahun telah mengatakan bahwa film action tembak-tembakanlah yang mempengaruhi budaya kekerasan di tanah air kita, owh please! Sedangkan pada ilmu konflik telah mengatakan bahwa sudah menjadi naluri manusia untuk membela diri ketika ada sesuatu yang mengancam, owh please!
Budaya negri timur pun tidak selalu dipandang dengan dua mata di negara kita, lihat bagaimana budaya memotong tangan untuk para pencuri, lihat rajaman batu sampai mati, lihat laki-laki beristri banyak, lihat wanita tak boleh mengendarai mobil sendiri.
Dewi Lestari dalam bukunya Kesatria dan Bintang Jatuh mengatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang munafik, mengaku sangat timur tapi berpakaian barat, mengaku sangat barat tapi juga timur. Tinggal masyarakat di Indonesia saja yang ingin membawa diri mereka sendiri.
Dalam sebuah buku (lupa judul) juga dikatakan bahwa budaya barat juga sudah mulai memasuki negri timur, dan tak dapat dipungkiri bahwa budaya negri timur juga telah masuk kejiwa-jiwa masyarakat barat.
Tapi sudah saya katakan di awal bahwa begitulah ciri sebuah kebudayaan, bahwa mereka bisa berkembang, mereka bisa berubah, mereka bisa punah, mereka bisa tumbuh lagi.
Berbicara tentang kebudayaan sama saja berbicara tentang manusia yang mudah bosan, yang ingin tahu, ingin mencoba, ingin bebas, ingin diterima, ingin disanjung. Berbicara tentang karakter. So what?
Lalu dimana kebudayaan negara asli Indonesia? Gak ada, kita semua terlahir dari pengaruh dari berbagai kebudayaan-kebudayaan semua saling mengisi dan berkontribusi pada satu dan lainnya, sama seperti diri kita sendiri yang berperilaku seperti orang-orang yang pernah kita lihat dengar dan lain sebagainya.
Jauh dari genap 100 tahun yang lalu kita mengalami revolusi budaya besar-besaran, dari daerah-daerah kerajaan kecil kita dipersatukan oleh para penjajah Belanda, Inggris, dan Jepang yang datang dan pergi mengayahi kebudayaan kita. Dari arsitektur, pakaian, bahasa, sikap dan perilaku, ilmu pengetahuan, sudut pandang, teknologi, olahraga, permainan kita telah terombak habis.
Ditambah dengan era globalisasi seperti sekarang ini yang segala hal tak dapat ditutupi atau dicegah, atau lebih terdengar dengan saling berbagi ini setidaknya akan pula mengancam kebudayaan-kebudayaan kita dan kebudayaan negara-negara lain.
Sama seperti dahulu kala, kebudayaan masih disebarkan lewat kapal, lewa pesawat, buku-buku, surat, media dan lain sebagainya.
Saya percaya bahwa keabadian hanya milik Allah, dan saya percaya bahwa kebudayaan dapat punah. Siapkan dirimu untuk hancurnya kebudayaan Indonesia dan siapkan juga dirimu untuk mengandaskan kebudayaan orang lain. Bey!
So? Mau kau bawa kemana kapal kita ini?